ARTIKEL PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BLEACHING PULP
ARTIKEL
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BLEACHING PULP
DI SUSUN OLEH :
Nama : Eddy
Susilo
NIM : 1204015040
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014
Dalam
pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa
metoda
bleaching yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi
bleaching
dengan konsep ECF (elementally chlorine free) dan TCF (totally chlorine
free)
serta penerapan bio-bleaching.
Proses
pemutihan bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin yang masih
terdapat
dalam pulp. Apabila pada proses pemutihan digunakan khlorin, maka dari
unit
ini akan dihasilkan limbah cair yang mengandung chlorinated organic
compounds
yang diketahui sangat berbahaya terhadap lingkungan. Untuk
mengurangi
hal tersebut, maka diperkenalkan konsep ECF (elementally chlorine
free)
dan TCF (totally chlorine free). Pada konsep ECF unsur khlor masih boleh
digunakan,
tetapi tidak dalam bentuk Cl2 melainkan dalam bentuk senyawa lain
misalnya
ClO2, sedangkan pada konsep TCF sama sekali tidak digunakan unsur
khlor.
Sebagai pengganti khlorin pada konsep TCF biasanya digunakan oksigen atau
ozon.
Dalam
Proses pulping tidak dapat 100 % melarutkan lignin sehingga pada
pulp
yang dihasilkan masih terdapat sisa lignin yang berwarna coklat/gelap dimana
pada
masing-masing metode pulping berbeda derajatnya.
Proses
pemutihan pulp harus menggunakan bahan kimia yang bersifat reaktif
untuk
melarutkan sisa lignin yang ada didalam pulp agar diperoleh derajat putih yang
tinggi,
namun harus dijaga agar penggunaan bahan kimia tersebut tidak
menyebabkan
kerusakan selulosa yang lebih besar dan pencemaran lingkungan yang
berbahaya.
Bahan
kimia yang digunakan dalam proses pemutihan terbagi menjadi dua
macam
yaitu :
1.
Oksidator.
Oksidator
berfungsi untuk mendegradasi dan menghilangkan lignin dari gugus
kromoform. Oksidator yang sering digunakan adalah Khlor
(C), Oksigen (O),
Hipoklorit
(H), Klordioksida (D), Peroksida (P), Ozon (Z) dan Nitrogen dioksida
(N)
Ridwanti
Batubara : Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, 2006
USU Repository ?
2006
2.
Alkali.
Alkali
berfungsi untuk mendegradasi lignin dengan cara hidrolisa dan melarutkan
gugus
gula sederhana yang masih bersatu dalam pulp.
Alkali disini
menggunakan
NaOH sebagai basa kuat.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemutihan, antara lain:
1.
Konsentrasi
Reaksi
lebih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi bahan pemutih
atau
dengan konsentrasi pulp yang akan diputihkan
2.
Waktu Reaksi.
Pada
umumnya perlakuan bahan kimia pemutih terhadap pulp akan menjadi lebih
reaktif
dengan memperpanjang waktu reaksi. Namun
waktu reaksi yang terlalu
lama
juga akan merusak rantai selulosa dan hemiselulosa.
3.
Suhu
Peningkatan
suhu menyebabkan terjadinya peningkata pada reaksi pemutihan.
Penentuan
suhu bervariasi tergantung pada jenis bahan kimia pemutih yang
digunakan. Suhu poemutihan biasanya berkisar antara 20 s/d 110˚C
4.
pH
pH
mempunyai pengaruh yang sangat vital terhadap semua proses pemutihan.
Nilai
pH tergantung pada bahan pemutih yang digunakan.
Umumnya
pulp yang berasal dari daun lebar lebih mudah diputihkan dan
memerlukan
bahan kimia pemutih yang lebih banyak dibanding dengan pulp yang
berasal
dari kayu daun jarum. Hal ini disebabkan
oleh sisa lignin yang tergantung
dalam
pulp daun lebar lebih sedikit, serta adanya heteropolimer pada lignin pulp
kayu
daun lebar, dasn kecenderungan yang lebih kecil terhgadap reaksi kondenasasi
saat
proses pulping berlangsung.
Proses
pemutihan diaplikasikan menggunakan beberapa tahap (multi tahap)
untuk
memperoleh pulp yang memiliki derajat put6ih yang angat tin ggi dan
stabil.
Proses
pemutihan dengan multitahap merupakan sebuah metode pemurn ian pulp
dengan
cara menambahakan bahan kimia pemutih dan pemurni dslsm beberapa tahap
yang
dipisahkan dengan perlakuan pencucian dengan air atau alkali diantaranya,
dimana
hasil reaksi akan dikeluarkan dalam perlakuan pencucian. Di dalam proses
pemutihan
yang menggunakan beberapa tahap, beragam kotoran di dalam serat
dikeluarkan
sedikit demi sedikit dan tampak menyebabkan kerusakan yang serius
pada
serat.
Adapun
tahap pemilihan jumlah tahapan dalam proses pemutihan
berdasarkan
pada:
1.
Asal serat yang akan diputihkan (kayu daun jarum atau daun lebar) serta tingkat
derjat
putih yang diinginkan,
2.
Tipe proses pulping yang digunakan (proses kimia, mekanik, atau kombinasi
keduanya),
3.
Penggunaan pulp yang telah digunakan faktor lingkungan
Proses Pemutihan
Menggunakan Oksigen (Tahap O)
Oksidasi
merupakan reaksi pokok dalam pemutihasn yang bertujuan untuk
menghilangkan
ligni sehingga oksigen dapat digunakan sebagai bahan pengoksidasi
paling
mudah dan paling murah untuk proses pemutihan.
Namun karena oksigen b
ukan
untuk mengdegradasi lignin yang selektif maka pulp kimia tidak dsapat
diputihkan
hanya dengan oksigen untuk memperoleh derajat putih yang tinggi tanpa
merusak
polisakarida, yang pada akan akhirnya akan menghasilkan sifat-sifat
kekuatan
yang sangat jelek.
Penggunaan
oksigen sebagai bahan pemutihan memilki keuntungan yang
antara
lain pengurangan pemakain gas klor atau klordioksida sehingga masalah
pencemaran
dapat dicegah seminimal mungkin.
Di
samping keuntungan di atas pemutihan menggunakan gas oksigen
berlakangsung
pada temperatur 90-110 ˚C
selama
60-120 menit dengan konsistensi
rendah
hingga sedang (3 -17%). Pertimbangan
pemutihan oksigen pada konsistensi
sedang
di dasarkan pada teknik industrinya yang lebih mudah dan selektivitas
kelarutan
lignin yang lebih tinggi .
Proses Pemutihan
Menggunakan Peroksida (Tahap P)
Peroksida
tidak hanya digunakan untuk memutihkan pulp mekanik tapi juga
diguanakan
dalam serangkaian tahap pemutihan pada industri pulp kimia. Bahan
kimia
ini sering digunakan pada tahap kahir rangkaian proses pemutihan, dan
menghasilkan
peningkatan derajat putih dsan stabiloitas pada pulp tanpa mengalami
penurunan
rendemen dan lignin yang signifikan.
Keuntungan lain dari penggunaan
peroksida
sebagai bahan pemutih adaklah kemudahan dalam penagnsan dan
penerapan,
serta menghasilkan produk yang relatif tidak beracun dan tidsk
berbahaya. Namun kekurangannya adalah harga bahan kimia
peroksida dan bahan
aditifnya
yang masih tinggi.
Umumnya
tahap peroksida menggunakan bahan kimia berupa Natrium
peroksida
(Na2O2), Hidrogen peroksida (H2O2), atau kombinasi keduanya.
Hidrogen
peroksida mudah untuk didekomposisi
secara katalis oleh ion
logam
tertentu dan enzim di mana kesetabilannya cenderung untuk meurun dengan
meningkatnya
alkalinitas. Dengan cara demikian maka
oksigen dilepas
menggunakan
sedikit atau tanpa perlakuan pemutihan yang dapat membahayakan
pada
komponen selulosa di dalam pulp. Oksigen
yang dilepaskan ini dapat
membentuk
dan setidaknya menstabilkan kromofor di dalam pulp yang mengandung
ligin
daklam jumlah besar.
Proses Pemutihan
Menggunakan Gas Ozon (Tahap Z)
Gas
Ozon dapat mengoksidasi semua ikatan ramngkap pada semua gugus
alipatik
dan aromatik. Gas Ozon merupakan gas
yang tidak stabil dan dapat berubah
secara
perlahan-lahan pada temperatur ruangan dan tekanan atmosfir. Selektifitas
gas
ozon lebih tinggi apabila dilarutkan dalam asam asetat jika dibandingkan dengan
air.
Keuntungan
pemutihan denga gas ozon di dalam air antara lain: bahan
pemutih
yang baik, waktu reaksi yang pendek, temperatur pemutiohan yang rendah
dan
tanpa tekanan, serta tidak terjadi pencemaran lingkungan. Sementara kerugian
pemutihan
dengan menggunakan gas ozon adalah kerusakan karbohidrat di dalam
pelarut
air relatif lebih besar akan tetapi dapat diatasi dengan pelarut asam asetat,
biaya
produksi untuk pembuatan generator ozon relatif mahal, kulit dan sisa-sisa
kayu
yang tidak temasak menyebabkan derajat bersih kertas menurun.
Proses Pemutihan
Menggunakan Asam Perasetat
Asam
perasetat di dalam sistem reaksi bolak-balik dapat membentuk asam
perasetat
dan hidrogen peroksida dalam suasana asam.
Pembuatan asam perasetat
dapat
dilakukan secara langsung yaitu dengan cara mereaksikan asam asetat dan
hidrogen
peroksida yang diberi tambahan asam sulfat pekat.
Asam
asetat di dalam media asam akan membentuk asam perasetat, hidrogen
peroksida,
ion hidroksonium. Terdapat dugaan bahwa
asam perasetat juga dapat
membentuk
ion asetonium dalam jumlah klecil dimana ion tersebut sangat
berpengaruh
di dalam proses oksidasi.
Asam
perasetat digunakan bukan hanya untuk memutihkan pulp melainkan
juga
digunakan di dalam proses pulping. Pemutihan pulp dengan asam perasetat
dapoat
dilakukan pada semua kjenis pulp yang dimasak menggunakan metode yang
berbeda
seperti metode sulfit, sulfat, acetosov, dan lain-lain.
Tujuan
pemutihan pulp menggunkan asam perasetat adalash delignifikasi dan
peningkatan
nilai derajat poutih kertas pada media asam atau netral sampai
alkali/basa
lemah. Semakin tinggi konsentrasi asam
perasetat, maka semakin rendah
sisa
lignin di dalam pulp dan derajat putih kertas akan semakin meningkat. Sisa
lignin,
rendemen, dan derajat polimerisasi selulolsa akan semakin menurun seiring
dengan
meningkatnya waktu pemutihan, dan sebaliknya derajat putih kertas akan semakin
meningkat.
III. BIOBLEACHING (MEMANFAATKAN JAMUR DAN ENZIM)
A. BIO-BLEACHING
Proses
pulping konvensional baik dengan cara mekanis maupun cara kimia
membutuhkan
energi yang sangat tinggi. Di lain pihak, secara alami ada sejumlah
mikroorganisme
perusak kayu (dalam hal ini jamur) yang mampu mendegradasi
lignin.
Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin secara alami ini selanjutnya
diteliti
dan dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai agen dalam proses
delignifikasi
dalam teknologi pulping dan bleaching.
Teknologi
ini selanjutnya disebut sebagai teknologi bio-pulping dan
teknologi
bio-bleaching. Dari sisi lingkungan, penemuan ini merupakan terobosan
besar
dalam teknologi pulping dan bleaching dan diharapkan mampu menjawab
permasalahan
lingkungan yang ditimbulkan oleh industri pulp dan kertas karena
pemrosesannya
tidak menggunakan bahan kimia.
Namun,
bila dibandingkan dengan proses pulping secara kimia yang
berlangsung
pada suhu dan tekanan tinggi serta pH yang ekstrem, proses ini sangat
lambat.
Karena prosesnya lambat, maka aplikasi bio-pulping secara penuh belum
bisa
diterapkan dalam skala industri. Saat
ini aplikasi bio-pulping baru pada tahap
pretreatment
terhadap kayu yang akan dimasak, baik pada proses mekanis maupun
proses
kimia. Proses mekanis yang diberi perlakuan biologis disebut biomechanical
pulping,
sedangkan proses kimia yang diberi perlakuan biologis disebut biochemical
pulping.
Beberapa
penelitian melaporkan, dengan adanya fungal pretreatment
konsumsi
energi pada saat proses pulping menjadi berkurang. Perlakuan ini juga
terbukti
dapat menurunkan bilangan kappa serta dapat meningkatkan sifat
bleachability
pulp yang dihasilkan.
Bio-bleaching
adalah proses pemutihan pulp dengan memanfaatkan enzim
dari
mikroba. Mikroba yang digunakan untuk penelitian adalah kelompok white-rot
fungi
yang diketahui mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi lignin.
Secara
teoretis, teknologi ini sangat aman terhadap lingkungan karena tidak
menggunakan
bahan kimia.
Ridwanti
Batubara : Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, 2006
USU Repository ? 2006
Namun,
dalam praktiknya proses bio-bleaching belum bisa diterapkan
sepenuhnya
karena teknologi ini baru digunakan sebagai fungal pretreatment
terhadap
pulp dalam proses pemutihan. Dalam fungal treatment ini digunakan dua
jenis
enzim, yaitu enzim hemiselulase (xylanase dan mannase) yang dapat
meningkatkan
bleachability pulp secara tidak langsung dan enzim lignase yang dapat
mendegradasi
lignin secara langsung pada pulp yang diputihkan.
Beberapa
penelitian melaporkan, dengan adanya fungal treatment ternyata
brightness
(derajat putih) pulp bisa meningkat serta dapat menurunkan konsumsi
bahan
kimia secara signifikan dalam proses pemutihan pulp.
B.
PEMANFATAN ENZIM
Proses
pembuatan pulp (bubur kayu) yang berkembang saat ini relatif tidak
efisien
dan memiliki biaya lingkungan cukup tinggi (environmental cost), sehingga
diperlukan
proses baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Bioteknologi,
nantinya
akan mengambil peran besar dalam proses pembuatan pulp dan kertas. Saat
ini,
sudah terlihat bahwa komersialisasi enzim telah meningkatkan proses bleaching
dan
pulping, dan perubahan ?pitch? enzimatik telah terlihat nyata. Dalam jangka
panjang,
kita akan dapat melihat introduksi proses berbasis enzim yang jika
dikombinasikan
dengan proses pulping secara mekanis dan ekstraktif, akan
menghasilkan
jumlah pulp lebih besar dengan kualitas yang jauh lebih baik,
dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh proses pembuatan kraft sekarang ini.
Proses
kraft, mengubah kayu gelondongan menjadi pulp dengan hasil total
mencapai
45-55 persen. Melalui proses pulp secara mekanis dan kemo-mekanis, pulp
yang
dihasilkan dapat mencapai 97 persen, hanya saja kualitasnya rendah. Dalam
perombakan
kayu menjadi pulp, hal yang paling penting adalah menghilangkan
lignin.
Pemecahan lignin dapat diselesaikan melalui suatu rangkaian proses yang
meliputi:
pra perlakuan kemo-mekanis (chemo-mechanical pretreatmen), hidrolisis
enzimatis
dan proses ekstraktif. Akhirnya, dapat dihasilkan pulp dalam jumlah besar
dan
di recover
lebih banyak dengan kualitas produk yang tinggi.
1. Proses Bleaching
Pada
tahun 1986, pertama kali muncul laporan bahwa enzim endoxylanase
mampu
mengurangi bahan-bahan kimia yang diperlukan pada proses bleaching pulp
kraft.
Banyak peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan
teknologi
ini ke arah komersialisasi. Sedikitnya
ada dua penjelasan mengenai
bagaimana
xylanase mampu meningkatkan proses bleaching pulp. Model pertama
yang
diajukan adalah bahwa mereka meningkatkan akses dari bahan kimia bleaching
ke
serat-serat pulp dengan menghilangkan xylan yang terendapkan. Serat yang
terbuka
(uncoated fibers) ternyata lebih rentan terhadap bahan kimia bleaching dan
ekstraksi
lignin.
Secara
esensial, model ini mengusulkan bahwa xylan secara fisik menjebak
lignin
dan kromofor dalam matriks pulp. Model
kedua yang diajukan adalah bahwa
hemiselulase
membebaskan kromofor dan lignin dari matriks pulp selulosik melalui
pemecahan
ikatan kovalen antara hemiselulosa dan lignin.
Agaknya berdasarkan
usulan
penjebakan fisik, diketahui bahwa lignin dan kromofor yang tersisa terikat
secara
kimiawi di dalam pulp. Bukti terakhir
mendukung peran xylanase dalam
pemecahan
ikatan lignin dengan karbohidrat.
perombakan hemiselulosa, terjadi peningkatan
kromofor yang cukup
tinggi.
Selama proses pulping kraft, asam metilglukuronat dan komponen
hemiselulosa
lainnya terpecah menjadi satuan-satuan asam kromofor yang tetap
terikat
pada rantai utama xylan. Terdapat banyak jenis hasil perombakan dan
kondensasi
yang belum terdokumentasi dengan baik. Produk hasil perombakan lignin
dan
hemiselulosa dapat bereaksi silang (cross-react) dengan xylan dan terikat ke
dalam
matriks hemiselulosa.
Hidrolisis
hemiselulosa dapat melepaskan ikatan antara kromofor dan lignin,
namun
penghilangan xylan, tidaklah disarankan karena akan mengurangi hasil pulp,
dan
jika dilakukan secara ekstrim maka penghilangan xylan akan mengurangi
kekuatan
pulp (pulp strength). Sehingga tujuan
utama penggunaan enzim dalam
proses
bleaching adalah tidak menghilangkan xylan secara keseluruhan, hanya
melepaskan
kromofor dan lignin. Alasan penggunaan enzim-enzim dalam proses
pulping
dan bleaching adalah untuk meningkatkan spesifikasi dan keuntungan baik
secara
ekonomis maupun lingkungan.
Mekanisme
enzim xylanase adalah melakukan pemindahan ganda (double
displacement
mechanism) yang akan mengikat intermediet reaktif. Hal ini
memudahkan
enzim xylanase untuk melakukan reaksi transglycosylasi. Dalam
proses
bleaching pulp, penggunaan enzim xylanase mampu mengurangi kebutuhan
bahan
kimia untuk bleaching. Secara komersial saat ini sudah tersedia jenis enzim
aktif
yang termostabilalkalin dan mampu meningkatkan kemampuan akses pulp serta
pelepasan
kromofor. Tujuan lain adalah menghilangkan warna, dan bukan xylan.
Dan
jika kita mengawasi pelepasan kromofor, kita dapat memperoleh peningkatan
implementasi
teknologi ini pada industri pulp.
2. Ramah Lingkungan
Di
masa mendatang, Indonesia merupakan salah satu produsen pulp dan
kertas
yang potensial karena keunggulan komparatif yang dimiliki. Salah satu
kendala
yang dihadapi industri ini adalah proses pembuatan, terutama pada tahap
pemutihan,
yang masih menggunakan senyawa khlorin yang terbukti sangat
berbahaya
bagi lingkungan.
Dengan
semakin kuatnya tekanan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan,
maka
perlu dicari pilihan pengganti terhadap teknologi yang digunakan saat ini.
Proses
pemutihan pulp secara biologi (biobleaching) menggunakan enzim xylanase,
merupakan
pendekatan baru yang menawarkan proses ramah lingkungan dan
kompatibel
dengan proses pabrik yang ada di Indonesia.
Penggunaan
enzim xylanase dalam proses bleaching kraft pulp dapat
mengurangi
pemakaian bahan kimia dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas
pulp.
Banyak peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan
teknologi
ini ke arah komersialisasi. Perlakuan
enzim xylanase terbukti efektif baik
untuk
hardwood dan softwood, tapi pengaruhnya terhadap hardwood lebih baik
dibandingkan
terhadap softwood.
Penanganan
dengan menggunakan enzim xylanase memungkinkan terjadinya
proses
yang selektif dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia. Hal ini
menyebabkan
kualitas yang dihasilkan juga lebih baik dibandingkan pulp hasil
proses
kimiawi. Dalam kaitan dengan proses pulping secara keseluruhan perlu
diperhatikan
bahwa proses biobleaching tidak bisa berdiri sendiri, melainkan
merupakan
proses integral yang terdiri atas chemo-mechanical pretreatment,
hidrolisis
enzimatis dan proses ekstraksi.
Dengan
makin majunya penguasaan teknologi biobleaching maka kita
harapkan
proses bisa berjalan dengan efektivitas dan efisiensi tinggi, menghasilkan
produk
yang lebih banyak dengan kualitas tinggi. Satu hal yang tidak kalah penting
adalah
bahwa teknologi ini tergolong ramah lingkungan. Artinya, mampu
meminimalkan
risiko pencemaran lingkungan yang sangat berat akibat pembuangan
bahan-bahan
kimia yang berbahaya dan beracun yang digunakan selama proses
produksi.
(Ridwanti Batubara : Teknologi Bleaching Ramah
Lingkungan, 2006)
Komentar
Posting Komentar