MAKALAH AGROFORESTRI

MAKALAH
AGROFORESTRI


                                                         DI SUSUN OLEH :

Eddy Susilo 1204015040
Erick Prawiguna 1204015243
Azka Ilmi Ridwan 1204015153
Agus Nurul Arifin 1204015217




FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2014

KATA PENGANTAR

            Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah penerapan agroforestry di indonesia .
            Adapun makalah penerapan agroforestry di indonesia ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada teman-teman di asrama Baitus Sahabah dan  semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
            Namun tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

            Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah penerapan agroforestry di indonesia ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 15 mei 2014


Eddy Susilo


BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang
Pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan. Dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan sangat diperlukan peran serta masyarakat di dalam dan di luar kawasan hutan. Untuk itu keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh keberhasilan pembangunan masyarakat sekitar terutama untuk peningkatan kesejahteraan. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi areal pertanian merupakan kenyataan yang terjadi sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Di daerah Sumberjaya, masyarakat telah banyak mengkonversi lahan hutan menjadi areal perkebunan kopi sebagai mata pencahariannya. Pada tahun 1970-an sekitar 60% daerah ini masih dalam keadaan hutan alam, tetapi pada akhir tahun 1990-an hanya sekitar 15% hutan yang masih tertinggal (Agus et al., 2002). Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi
I.II Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh peran agroforestri terhadap produktivitas dan perlindungan tanah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks,.
Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, belinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacang- kacangan, ubi kayu, sayur-mayur dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya. Bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dibahas di Jawa adalah tumpangsari. Sistem ini, dalam versi Indonesia, dikenal dengan “taungya” yang diwajibkan di areal hutan jati di Jawa dan dikembangkan dalam rangka program perhutanan sosial dari Perum Perhutani. Pada lahan tersebut petani diijinkan untuk menanam tanaman semusim di antara pohon-pohon jati muda. Hasil tanaman semusim diambil oleh petani, namun petani tidak diperbolehkan menebang atau merusak pohon jati dan semua pohon tetap menjadi milik Perum Perhutani. Bila pohon telah menjadi dewasa, tidak ada lagi pemaduan dengan tanaman semusim karena adanya masalah naungan dari pohon. Jenis pohon yang ditanam khusus untuk menghasilkan kayu bahan bangunan (timber) saja, sehingga akhirnya terjadi perubahan pola tanam dari sistem tumpangsari menjadi perkebunan jati monokultur. Bentuk agroforestri sederhana ini juga bisa dijumpai pada sistem pertanian tradisional. Pada daerah yang kurang padat penduduknya, bentuk ini timbul sebagai salah satu upaya petani dalam mengintensifkan penggunaan lahan karena adanya kendala alam, misalnya tanah rawa. Sebagai contoh, kelapa ditanam secara tumpangsari dengan padi sawah di tanah rawa di pantai Sumatera. Perpaduan pohon dengan tanaman semusim ini juga banyak ditemui di daerah berpenduduk padat, seperti pohon-pohon randu yang ditanam pada pematang-pematang sawah di daerah Pandaan (Pasuruan, Jawa Timur), kelapa atau siwalan dengan tembakau di Sumenep–Madura (Gambar 2). Contoh lain, tanah-tanah yang dangkal dan berbatu seperti di Malang Selatan ditanami jagung dan ubikayu di antara gamal atau kelorwono (Gliricidia sepium).
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforest (ICRAF, 1996). Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistim agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan ‘agroforest’, yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta, 2000). Contohnya ‘hutan damar’ di daerah Krui, Lampung Barat atau ‘hutan karet’ di Jambi.
Nair (1989) menyebutkan bahwa agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palma, bambu dan sebagainya) ditanam secara bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi diantara komponen yang bersangkutan.
Dalam praktiknya, pemanfaatan luas lahan yang terbatas memberikan inovasi-inovasi pola yang secara bebas memberikan ruang pilihan kepada petani. Pola agroforestri-tumpangsari menggunakan jenis-jenis yang mempunyai prospek pasar yang menjanjikan (Sabarnurdin et al. 2011) petani memiliki tujuan menanam, yaitu: petani memperoleh manfaat sosial dari tumpangsari tanaman semusim seperti jagung, singkong, pisang, serta rumput gajah bagi petani yang memelihara ternak; manfaat ekonomi berupa hasil kayu untuk industri dengan pemasaran lokal maupun ekspor. Salah satu alternatif sistem penggunaan lahan untuk tujuan produksi dan konservasi adalah sistem agroforestri, yaitu pengelolaan komoditas pertanian, peternakan dan atau perikanan dengan komoditas kehutanan berupa pohon-pohonan.
Agroforestri merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan hutan dengan tujuan untuk mengurangi kegiatan perusakan/perambahan hutan sekaligus meningkatkan penghasilan petani secara berkelanjutan (Hairiah et al., 2000; de Foresta et el., 2000).
Menurut (Sabarnurdin, 2002) Peluang bagi digunakannya sistem agroforestry dalam pengelolaan lahan juga disebabkan karena: 1. Agroforestry adalah metode biologis untuk konservasi dan pemeliharaan penutup tanah sekaligus memberikan kesempatan menghubungkan konservasi tanah dengan konservasi air. 2. Dengan agroforestry yang produktif dapat digunakan untuk memelihara dan meningkatkan produksi bersamaan dengan tindakan pencegahan erosi. 3. Kegiatan konservasi yang produktif memperbesar kemungkinan diterimanya konservasi oleh masyarakat sebagai kemauan mereka sendiri. Digunakannya tehnik diagnostik dan designing untuk merumuskan pola tanam secara partisipatif merupakan kelebihan dari tehnik agroforestry.
















BAB III
PEMBAHASAN

Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh.
Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Penanaman berbagai macam pohon dengan atau tanpa tanaman setahun (semusim) pada lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian ini, disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global.
Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Maka lahirlah agroforestri sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian atau kehutanan. Ilmu ini berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dikembangkan petani di daerah beriklim tropis maupun beriklim subtropis sejak berabad-abad yang lalu. Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan meminimalkan runoff serta erosi. Dengan demikian mempertahankan manfaat-manfaat yang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional dan juga memaksimalkan keuntungan keseluruhan yang dihasilkan dari lahan sekaligus mengkonservasi dan menjaganya. Salah satu keuntungan yang paling banyak diakui agroforestri adalah potensinya untuk melestarikan dan memelihara kesuburan tanah dan produktivitas. Hal ini sangat relevan terjadi di daerah tropis karena laju dekomposisi bahan organiknya tinggi dan secara umum kesuburannya rendah.
Menurut Young dalam Suprayogo et al (2003) ada empat keuntungan terhadap tanah yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain adalah: (1) memperbaiki kesuburan tanah, (2) menekan terjadinya erosi (3) mencegah perkembangan hama dan penyakit, (4) menekan populasi gulma. Peran utama agroforestri dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain melalui empat mekanisme: (1) mempertahankan kandungan bahan organik tanah, (2) mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah, (3) menambah N dari hasil penambatan N bebas dari udara, (4) memperbaiki sifat fisik tanah, Tanah bervariasi di alam baik menurut sifat maupun jenisnya. Sehingga pemahaman mengenai klasifikasi tanah penting untuk studi aspek tanah agroforestri. Sistem klasifikasi tanah sebelumnya didasarkan pada konsep “zonality” yaitu sifat-sifat tanah yang ditentukan oleh iklim, vegetasi, topografi, bahan induk, dan usia. Pengklasifikasian tanah ini sangatlah berguna untuk menentukan produktivitas tanah. Untuk menilai produktivitas tanah maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu pola hujan, intensitas hujan, potensi evaporasi, suhu, dan angin.
Dan agroforestri telah diyakini mempunyai potensi besar sebagai alternatif penggunaan lahan utama, konsevasi tanah dan juga pemeliharaan kesuburan serta produktivitas lahan di daerah tropis. Teknik konservasi tanah dan air pada daerah berlereng dilakukan dengan pembuatan terasering atau melakukan penanaman mengikuti garis kontur di dalam lorong dengan menggunakan tanaman penyangga berupa campuran tanaman tahunan (perkebunan, buah-buahan, polong-polongan dan tanaman industri) sayuran dan rumput untuk pakan ternak.
Penggunaan mulsa lamtoro (Leucaena leucocephala) dapat meningkatkan kesuburan tanah dan pendapatan petani, sedangkan bahaya erosi dapat diperkecil. Pendapatan para petani dapat meningkat dua kali setelah mengikuti semua aturan yang ditentukan selama empat tahun.Teknologi Lahan Pertanian Miring (TLPM) merupakan suatu pola agroforestry. TLPM merupakan paket teknologi konservasi tanah dan produksi pangan dengan cara berbagai macam konservasi tanah yang berbeda secara terpadu pada suatu lahan. Hal ini dapat dilihat dari suatu pola tanam campuran yang dapat dianggap sebagai bentuk agroforestry yang di dalamnya terdapat jalur-jalur tanam yang ditanami tanaman buah-buahan, kacang-kacangan, atau tanaman pangan lainnya. Secara umum agroforestri berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada manfaat biofisik) dan produktif (yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis). Manfaat agroforestri secara biofisik ini dibagi menjadi dua level yaitu level bentang lahan atau global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi agroforestri dalam konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stock) di daratan, mempertahankan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia agroforestri sering juga ditawarkan sebagai salah satu sistem pertanian yang berkelanjutan. Namun dalam pelaksanaannya tidak jarang mengalami kegagalan, karena pengelolaannya yang kurang tepat. Guna meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengelola agroforestri, diperlukan paling tidak tiga ketrampilan utama yaitu: (a) mampu menganalisis permasalahan yang terjadi, (b) merencanakan dan melaksanakan kegiatan agroforestri, (c) monitoring dan evaluasi kegiatan agroforestri. Namun prakteknya, dengan hanya memiliki ketiga ketrampilan tersebut di atas masih belum cukup karena kompleksnya proses yang terjadi dalam sistem agroforestri. Sebelum lebih jauh melakukan inovasi teknologi mahasiswa perlu memahami potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh praktek agroforestri (diagnosis).
Menurut (Zulrasdi et,al. 2005) usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi: 1. Pengelolaan lahan. - Sesuai kemampuan lahan - Mengembalikan sisa-sisa tanaman kedalam tanah - Melindungi lahan dari ancaman erosi dengan menanam tanaman penutup tanah - Penggunaan mulsa 2. Pengelolaan air Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan sumberdaya air dalam hal :  Jumlah air yang memadai Kualitas air  Tersedia air sepanjang tahun 3. Pengelolaan vegetasi Pengelolaan vegetasi pada hutan tangkapan air maupun pemeliharaan vegetasi sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh dengan cara :  Penanaman dengan tanaman berakar serabut seperti bambu yang sangat dianjurkan dipinggiran sungai, kemudian diikuti dengan rumput makanan ternak seperti rumput gajah, rumput setaria, rumput raja dll. Penanaman ini dimaksudkan untuk enghalang terjadinya erosi pada tanah.
Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang tidak memiliki kemiringan.  Pembuatan teras. Bila pada lahan tersebut terdapat kemiringan maka perlu dibuat teras. 4. Usaha tani konservasi. Usaha tani konservasi adalah penanaman lahan dengan tanaman pangan serta tanaman yang berfungsi untuk mengurangi erosi ( aliran permukaan) dan mempertahankan kesuburan tanah. Prinsip usaha tani konservasi : - Mengurangi sekecil mungkin aliran air pemukaan dan meresapkan airnya sebesar mungkin kedalam tanah. - Memperkecil pengaruh negativ air hujan yang jatuh pada permukaan tanah. - Memanfaatkan semaksimal sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian.




BAB IV
KESIMPULAN
Dari makalah agroforestri  ini dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.      Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan.

2.      Agroforestri merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan hutan dengan tujuan untuk mengurangi kegiatan perusakan/perambahan hutan sekaligus meningkatkan penghasilan petani secara berkelanjutan.

3.      Agroforestri memberikan dua manfaat sekaligus kepada petani yaitu dapat memanen tanaman kehutanan dan pertanian  dalam satu lahan.








DAFTAR PUSTAKA
de Foresta ,H. A. Kusworo, G. Michon dan W.A. Djatmiko. 2000. Ketika kebun berupa hutan: Agroforest kahas Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. ICRAF, Bogor.
 Hairiah K., S.R. Utami, D. Suprayogo, Widianto, S.M. Sitompul, Sunaryo, B. Lusiana, R. Mulia, M. van Noordwijk and G. Cadish. 2000. Agroforestry on acid soils in humid tropics: managing tree-soil-crop interactions. ICRAF, Bogor.
 Nair, P.K.R. 1993. An Introduction to Agroforestry. The Netherlands : Kluwer Academic Publisher.
 Sabarnurdin, M. Sambas. 2002. Agroforestry : Konsep, Prospek Dan TantanganPresentasi Workshop Agroforestry 2002, Fakultas Kehutanan, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta
 Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M Noordwijk. 2003. Peran Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia

Zulrasdi. Noer, Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah aliran Sungai Lembaga Informasi Pertanian. BPPT Sumatra Barat

Komentar

Postingan Populer